Kisah Kebahagiaan Ahli Kubur dan Amal Baik Keluarganya yang Masih Hidup
Fase kehidupan manusia setelah alam rahim dan alam dunia yaitu fase alam kubur atau barzakh. Pada fase tersebut manusia akan merasakan dua kenikmatan, yaitu kenikmatan kebahagiaan dilihatkannya surga alam akhirat sebagai alam selanjutnya, dan kenikmatan pedihnya siksa kubur.
Dalam banyak keterangan Rasulullah SAW menyebutkan nikmat dan siksa kubur. Keduanya merupakan ganjaran yang Allah berikan sebelum hari akhir tiba. Kebaikan dan kejahatan seseorang selama hidup di dunia cukup menentukan balasan apa yang akan diterimanya di alam barzakh.
Meninggalnya manusia atau dipanggilnya oleh sang maha kuasa adalah masa berakhirnya ia untuk beramal tidak akan ada lagi amalan yang ia bisa kerjakan, maka balasan yang ia dapatkanpun cukup sesuai dengan apa yang ia kerjakan semasa hidupnya. Untuk menambah kebahagiaannya di alam kubur ia hanya berharap belas kasihan keluarganya yang masih hidup untuk terus mendoakannya.
Setiap hamba di alam kubur walau putus amalannya tetap masih bisa memperoleh pahala, yaitu pahala dari amalan yang dikerjakan sanak keluarganya yang masih hidup, sedekah, berdoa, sholawat, membaca Al-Qur’an atas nama orang yang sudah tiada merupakan salah satu amalan yang diyakini dapat diterima manfaatnya oleh ahli kubur. Sebagaimana hadis riwayat Abu Dawud ath-Thayalisi berikut ini
Ash-Shaltu ibn Dinar meriwayatkan dari Al-Hasan, dari Jabir bin Abdullah, yang menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى عَشَائِرِكُمْ وَأَقْرِبَائِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: اللَّهُمَّ أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ
Artinya, “Sungguh, amal-amal kalian ditunjukkan kepada keluarga dan kerabat kalian di dalam alam kubur mereka. Jika amal kalian baik, mereka gembira. Namun, jika amal kalian tidak baik, mereka berdoa, ‘Ya Allah, berilah mereka ilham untuk berbuat ketaatan kepada-Mu,’” (HR. Abu Dawud ath-Thayalisi).
Melansir NU Online, Ustadz M Tatam Wijaya menjelaskan, sejalan dengan hadits di atas, ada sebuah kisah yang disebutkan oleh Syekh Muhammad ibn Abu Bakar dalam Kitab Al-Mawa‘izh Al-‘Ushfuriyyah. Dikisahkan ada seorang yang bernama Tsabit Al-Banani yang memiliki suatu kebiasaan baik, yakni berziarah kubur setiap malam Jumat dan berdoa di sana sampai waktu subuh menjelang.
Ustadz kelahiran Sukanagara Cianjur itu menceritakan bahwa Tsabit Al-Banani suatu ketika, di tengah munajatnya, ia dilanda rasa kantuk yang luar biasa hingga akhirnya tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi melihat ahli kubur keluar dari kubur mereka dengan pakaian yang sangat bagus dan wajah putih berseri-seri.
Tak lama berselang, datanglah hidangan yang berisi rupa-rupa makanan untuk masing-masing mereka. Namun, tampak di antara mereka ada seorang anak muda yang berwajah pucat pasi, berambut kusut, berhati sedih, dan berpakaian lusuh. Kepala menunduk sambil berlinang air mata.
Rupanya tidak ada hidangan apa pun baginya. Saat ahli kubur yang lain pulang membawa kegembiraan, ia justru pulang membawa kesedihan.
Saat ditanya keadaannya oleh Tsabit, “Wahai anak muda, siapakah kamu sesungguhnya? Saat orang-orang mendapat makanan, lalu pulang membawa kebahagiaan, kamu tak mendapat hidangan apa-apa dan malah tampak diliputi kesedihan.”