Mereka yang Ingin Masuk Surga dengan Kaki Pincang

Mereka yang Ingin Masuk Surga dengan Kaki Pincang
Mereka yang Ingin Masuk Surga dengan Kaki Pincang

JALAN para Sahabat adalah taman-taman indah, napas juang mereka adalah bunga yang harum. Siapapun yang masuk ke taman itu, maka dia akan merasakan kebahagiaan, kendatipun tidak bisa masuk secara total dan menyelami lautan hikmah yang luas setidaknya bisa memetik bunga kehidupan mereka.

Adalah Amr Jamuh, namanya tercatat dalam 100 Sahabat terbaik dari ribuan Sahabat seperti yang ditulis oleh Mahmud Al Mishri dalam bukunya Ashaburrasul (Ensiklopedi Sahabat; Terj) bahkan dalam buku Dr. Abdul Hamid As-Suhaibani, menempatkan Amr bin Jamuh pada urutan kedua belas.

Mungkin namanya kurang masyhur dalam jagad bumi, bahkan mungkin saat membaca tulisan ini kita baru mengenalnya, padahal namanya tersimpan rapi dalam lembaran siroh.

Amr bin Jamuh menjadi bintang di antara bintang-bintang yang terhimpun di bawah kenabian. Mereka, para Sahabat Nabi, yang tumbuh dalam ladang Islam, disirami dengan air Wahyu, lalu berbuah hingga dahannya menjulang tinggi mencapai bintang kejora.


Amr bin Jamuh adalah pemimpin Kabilah Bani Salamah yang ada di Madinah. Pada masa jahiliyah masyarakat Arab di Madinah dalam urusan agama, aqidah, dan ibadah mengikuti kaum Quraisy di Makkah karena mereka adalah penjaga Ka’bah. Hanya saja, tiap kabilah memiliki berhala khusus yang lebih diagungkan daripada berhala lainnya, hubungan dan ikatan batin dengan berhala tersebut lebih kuat dibanding yang lainnya.

Amr bin Jamuh mempunyai berhala yang sangat dicintainya dan penjadi penyembah setia patung tersebut diberi nama “Manaf”.

Kisah Islamnya Amr bin Jamuh yang sangat terkendal adalah saat dia melihat berhalanya yang dia agung-agungkan tidak mampu membela diri saat pedang yang dikalungkan yang sengaja diambil oleh keluarganya yang dulu masuk Islam.

Bahkan yang paling tragis bagi dirinya adalah saat berhalanya dihancurkan dan diikat bersama bangkai anjing lalu dibuang ke sumur, sang patung tidak dapat berbuat apa-apa.

Ternyata dari sinilah kisah itu berawal dan mengantarkan dirinya menyatakan syahadat dan mengajak beberapa kaum dari dari kabilahnya.

Setelah ia masuk Islam dan sudah mengenal Allah, manakala ia teringat kisah tentang patungnya itu dan perbuatannya, maka ia pun bersyukur kepada Allah yang telah menyelamatkannya dari kebutaan dan kesesatan. Ia berkata:

Demi Allah, jika kamu adalah tuhan
Kamu tak kan bersama anjing di dalam sumur dan diikat
Celaka dan hinalah orang yang menjadikanmu sebagai tuhan
Sekarang kami kami telah memeriksamu mempunyai pemikiran yang jelek
Segala puji bagi Allah Yang Maha Tinggi, Yang Maha Pemberi rezeki
Maha Penghisab para pemeluk agama.

Sejak saat pertama Amr bin Jamuh mengumumkan keislamannya, keimanan telah mencabut habis akar kesesatan dalam hatinya.

Di kehidupannya yang baru, ia telah merasakan manisnya iman dan lezatnya berislam.

Ia telah menjadi pelaku sejarah yang menelan pil pahit kesesatan dan kesyirikan. Paganisme selama ini telah mengantarkannya ke jurang kehancuran. Dan kini pandangannya mulai terbuka, urusannya mulai lurus.

Menyadari keterlambatan atas hidayah yang direguknya, diapun berazzam untuk ikut pada Perang Badar. Namun anak-anaknya melarangnya, sebab usianya yang yang 60 tahun secara hitungan matematis sudah tidak layak untuk ikut perang. Diapun bersedih dan menyesali karena tidak bisa ikut dalam perang.

Namun Amr bin Jamuh tidak putus asa, dia ingin menutup usianya dengan syahid. Lalu setahun kemudian saat Perang Uhud di depan mata, diapun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini yang mungkin tidak dapat terulang lagi.

Amr bin Jamuh datang langsung kepada Nabi untuk menyampaikan hasrat mulianya, berhadap besar agar Rasul bisa mengizinkannya. Lagi-lagi dia tersandung dengan usianya yang sudah tua, juga kakinya yang pincang yang dapat membuatnya sulit untuk berperang bahkan berjalan saja susah.

Sehingga Nabi bertutur: “Adapun engkau, Allah telah mengugurkan kewajiban jihad atasmu.”

Mendengar hal itu dia pun menyampaikan satu untaian berdimensi akhirat yaitu:

“Ya Rasul… Demi Allah, aku ingin masuk surga dengan kakiku yang pincang ini.”

Hati Nabi bergetar, langit terasa pecah seolah membuka diri dan siap menyambut dirinya yang sebentar lagi syahid.

Betapa hati Amr bin jamuh senang mendapatkan izin dari Nabi, dan anak-anaknya juga sudah merelakan dengan lapang dada atas apa yang diinginkan ayahnya.

Yang lebih haru adalah istri Amr, yaitu Hindun pernah menuturkan: seakan-akan aku melihatnya saat mengambil perisainya seraya mengatakan: “Ya Allah janganlah engkau kembalikan aku (ke rumah).”

Begitulah suara dari lubuk hati yang paling dalam dari seorang Amr, mengejar ketertinggalan merindu surga tidak dapat dibendung lagi. Dan akhirnya diapun menjemput syahid di medan Uhud.

Belajar dari kisah Amr bin Jamuh yang sudah uzur dan pincang, namun semangat untuk membela agama perlu ditiru. Malu rasanya jika kita tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak memiliki jawaban yang dapat menegakkan kepala apa yang sudah kita berikan untuk Islam. Wallahu A’lam./* Muhammad Ramli