Apakah Negara Butuh Agama? Ini Jawaban Ustadz dan Aktivis Gereja saat Berdiskusi di UMG

Apakah Negara Butuh Agama? Ini Jawaban Ustadz dan Aktivis Gereja saat Berdiskusi di UMG
Apakah Negara Butuh Agama? Ini Jawaban Ustadz dan Aktivis Gereja saat Berdiskusi di UMG

Service Center Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) ramai oleh peserta Diskusi Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Istifham, Jumat (11/10/19).

Diskusi bertajuk “Apakah Negara Membutuhkan Agama?” ini menghadirkan dua nara sumber dari agama yang berbeda, yakni Wakil Rektor III UMG Ustadz Hasan Basri MPdI dan Sekretaris Majelis Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gresik Fo Era Era Gea SSi Teol, dengan moderator Ketua Bidang Dakwah Komisariat Istifham Muhammad Afiq. Kedatangan Kak Fo—panggilan akrab Fo Era Era Gea—didampingi oleh beberapa pemuda gereja.

Peran agama
Hasan Basri menjelaskan agama sangat berperan bagi kehidupan manusia. “Nilai agama mengajarkan bagaimana kita menjalin hubungan dengan Sang Pencipta, dan hubungan dengan sesama manusia,” kata dia.

Sementara itu Kak Fo menjelaskan agama itu tidak pergi karena melekat dalam diri. Nilai-nilai agama harus dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. “Jika ada orang yang kemudian menjadi atheis ataupun sekuler itu karena rasa kecewanya, karena Tuhan yang dianggap sebagai penolong, tidak memberi pertolongan,” jelasnya.

Apakah negara membutuhkan agama?
Hasan menjelaskan antara agama dan negara adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Agama dan negara bagaikan dua sisi uang koin yang saling berhubungan. Agama dan negara harus saling bergandengan erat untuk menciptakan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

“Kehidupan itu membutuhkan agama atara keduannya saling berhubungan namun dalam konteks ideologi mengenai pergaulan, kita bebas bergaul dengan siapa pun dalam setiap kehidupan. Namun harus kembali lagi dalam surat Alkafirun ayat terakhir yang berbunyi lakumdiinukum waliyadiin ,untukku agamaku dan untukmu agamamu,” tegasnya.

Sedangkan menurut Kak Fo sistem agama tidak bisa diterapkan sepenuhnya pada sistem pemerintahan. Keduanya sama-sama baik untuk diterapkan. “Kita harus fokus bagaimana aturan agama dan aturan negara itu membuat manusia takut kepada Tuhan,” jelas dia.

Ketua Komisariat Istifham Dina Auliya mengatakan, Diskusi Kebangsaan ini dipilih untuk mempererat persatuan Indonesia mengingat keadaan Indonesia yang akhir-akhir ini bermasalah.

“Diskusi ini dilaksanakan supaya masyarakat Indonesia terkhusus mahasiswaa lebih menghargai antaragama karena Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan seperti apapun kita akan tetap satu dalam satu kesatuan yakni bangsa Indonesia,” katanya.