Mengapa Umat Muslim Sholat Menghadap Ka'bah? Berikut Penjelasannya

Mengapa Umat Muslim Sholat Menghadap Ka'bah? Berikut Penjelasannya
Mengapa Umat Muslim Sholat Menghadap Ka'bah? Berikut Penjelasannya

Ka'bah merupakan sebuah bangunan berbentuk persegi di Kota Mekah, Arab Saudi, yang menjadi kiblat (titik utama arah sholat) umat muslim di seluruh dunia. Meski begitu, penetapan ka'bah sebagai arah kiblat dari ibadah umat muslim sering kali mengundang pertanyaan.

Sejumlah orang awam, ataupun penganut Islam liberal, kerap menganggap arah kiblat untuk sholat umat Islam, yakni ka'bah, merupakan bentuk penyembahan terhadap benda, malah menyamakan umat Islam dengan agama-agama penyembah benda, berhala, dan patung lainnya.


Untuk menjawab hal tersebut, terdapat sejumlah argumen yang menjelaskan mengapa ka'bah menjadi kiblat umat muslim, sebagai berikut:

1. Menyembah Allah SWT dan bukan pada bangunan ka'bah

Menjadikan Ka'bah sebagai arah sholat tidak serta merta menjadikan umat Islam berarti sedang menyembah pada benda ataupun bangunan. Berdasarkan penjelasan dalam Al-Quran surat Al-Quraisy ayat tiga, yang berbunyi:


فَلْيَعْبُدُوا۟ رَبَّ هَٰ

Falya’budụ rabba hāżal-baīt

Artinya: “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).” (QS. Al-Quraisy: 3)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam sholatnya, umat muslim tetap menyembah Allah SWT meski ibadah sholat harus mengarah pada satu titik bangunan, yakni Ka'bah. Hadirnya Ka'bah menjadi simbol dari persatuan umat muslim seluruh dunia dalam beribadah kepada Allah SWT.

2. Arah kiblat pernah berubah sesuai perintah Allah SWT

Sebelum mengarah pada ka'bah di Mekah, kiblat umat Islam yang pertama ialah Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Perpindahan arah kiblat ini datang dari perintah Allah SWT.

Salah satu hikmah dari perpindahan kiblat ini ialah bahwa ibadah umat muslim bukan lagi terfokus pada ka'bahnya, melainkan pada Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 144, berikut:

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَاۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ

Qad narâ taqalluba waj-hika fis-samâ', fa lanuwalliyannaka qiblatan tardlâhâ fa walli waj-haka syathral-masjidil-ḫarâm, wa ḫaitsu mâ kuntum fa wallû wujûhakum syathrah, wa innalladzîna ûtul-kitâba laya‘lamûna annahul-ḫaqqu mir rabbihim, wa mallâhu bighâfilin ‘ammâ ya‘malûn

Artinya: “Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidil Haram) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS.Al-Baqarah: 144).